13 Juli 2008

Petani Menggugat

Sebuah ironi selalu dialami petani Indonesia dari tahun ke tahun, bahkan menjadi ritual rutin. Petani, disatu pihak memiliki tugas mulia, memenuhi kebutuhan pangan 230 juta lebih penduduk Indonesia. Kemuliaan dan sumbangsih petani ini sama sekali tidak terbantahkan. Petani berproduksi memenuhi tugas mulia menyediakan beras dan bahan pangan bagi diri, keluarga serta bangsanya. Sudah sewajarnya petani mendapatkan penghargaan, perhatian dan imbalan yang setimpal.

Namun, hampir disetiap musim tanam, petani kita harus mengalami kepahitan. Di akhir September dan Oktober ketika matahari melintas garis khatulistiwa ke arah selatan, petani biasanya gembira, inilah musim turun ke sawah. Hujan biasanya datang, pertanda waktu bercocok tanam. Ironisnya, di saat sangat dibutuhkan, pupuk dan benih menjadi barang langka dan harganya pun mahal. Petani harus berutang kesana kemari.

Setelah benih mulai disemai, masalah berikut menghadang. Pengairan yang minim membuat petani harus kerja ekstra, mengeluarkan tenaga dan biaya, menjaga sawah agar tetap cukup terairi.

Di musim panen, hasil produksi melimpah namun harga gabah turun drastis, seringkali jauh dari harga yang ditetapkan pemerintah. Harga gabah jatuh, selain karena permainan para pedagang besar beras juga karena derasnya aliran beras impor. Keinginan untuk menyimpan gabah sambil menunggu harga jual naik tak bisa dilakukan karena jeratan utang yang harus dibayar petani. Petani kembali merugi.

Inilah kenyataan yang tak bisa dipungkiri, kehidupan petani senantiasa berada dalam lingkaran kemiskinan dan semakin tahun semakin miskin. Nilai tukar petani semakin rendah, di tengah harga bahan bakar minyak dan kebutuhan hidup yang terus meningkat.

Tidak hanya itu. Lahan, sebagai alat produksi utama petani, semakin hari juga semakin berkurang. Data menunjukkan kepemilikan petani terhadap lahan pertanian kini hanya tinggal 0,3 hektar per kapita dari 0,5 hektar ditahun sebelumnya. Pengurangan kepemilikan lahan ini terutama disebabkan oleh konversi lahan untuk kawasan industri dan perumahan yang tak terkendali. Para petani yang sudah gamang menghadapi sulitnya hidup, akhirnya menyerah dengan menjual lahan mereka.

Ini bukan masalah baru. Di zaman penjajahan, petani merupakan sasaran penghisapan kaum imperialis. Mereka didesak menjadi petani gurem, tenaga buruh murah. Sudah 62 tahun merdeka, nasib petani tak jauh berubah. Ironi dan tugas mulia pada akhirnya menyandera petani dalam kepahitan dan ketidakberdayaan yang berujung pada kemiskinan.

Mengapa lingkaran kemiskinan selalu melingkupi petani kita? Salah satu jawabannya terletak pada ketidakjelasan kebijakan pada petani dan sektor pertanian. Pemerintah menganggap pertanian merupakan sektor penting, bahkan tema besar revitalisasi menjanjikan perubahan nasib petani. Tapi di tataran implementasi, kebijakan revitalisasi pertanian makin jauh dari harapan petani.

Kebijakan pemerintah yang tepat dalam soal petani dan pertanian sangat diperlukan. Pemerintah harus bisa menjamin ketersediaan pupuk dan benih dengan harga terjangkau pada musim tanam. Pemerintah harus menjamin sarana dan prasarana produksi pertanian. Pemerintah juga harus menjamin harga jual gabah dan hasil pertanian yang baik bagi petani. Pemerintah harus menjamin ketersediaan lahan melalui reforma agraria dan perlindungan lahan pertanian melalui insentif bagi para petani.

Kebijakan pemerintah yang tepat akan menciptakan peluang bagi kesejahteraan petani. Sudah banyak contoh, termasuk di negara-negara maju, petani dan sektor pertanian menjadi prioritas pembangunan. Negara memperkuat agroindustri, promosi dan proteksi agar hasil pertanian dapat bersaing di tingkat nasional dan internasional. Petani, sebagai tulang punggung pangan disubsidi agar dapat hidup layak dan mendapat insentif agar bisa terus berproduksi. Kalau produk impor lebih murah, pemerintah memproteksi agar produk petani dalam negeri dapat mengimbangi.

Keberpihakan pada petani menjadi kunci sukses pertanian di banyak negara. Jangan sampai petani kita justru semakin dipinggirkan. Siapa yang akan memenuhi kebutuhan pangan bangsa ini? Jika petani tak berdaya dan menyerah meninggalkan lahan serta berhenti berproduksi, maka pemerintah akan ditinggalkan rakyatnya, fondasi bangsa ini semakin rapuh akhirnya kemerdekaan hakiki semakin jauh tercapai.

Sumber :
www.tanimerdeka.com

3 komentar:

  1. Boleh Tidak Saya Tukaran LINk dengan Anda???

    tolong Kirim Ke Email Saya di : touya_sudiro@yahoo.com
    Jika Anda Ingin Mau Saling Menukar.

    Blog : http://touya_banderas.blogspot.com

    BalasHapus
  2. Maaf YAng Di Atas Salah,,, He...he...

    Boleh Tidak Saya Tukaran LINk dengan Anda???

    tolong Kirim Ke Email Saya di :

    touya_sudiro@yahoo.com

    Jika Anda Ingin Mau Saling Menukar.

    Blog : http://touyabanderas.blogspot.com

    BalasHapus
  3. titip lapak ya, saya bloger pemula pro lingkungan

    bentanio.blogspot.com

    BalasHapus